Jumat, 09 Maret 2018

GENEOLOGI POLITIK: DARI METODE KE HASRAT

Oleh: Ida Bagus Made Satya Wira Dananjaya, S.Ag, M.Si Penarukan, 13 September 1989 Dosen FISIP UNMAR Denpasar
Ilustrasi .sumber geoogle.com




Politik sebagai metode merupakan tata laku dalam mencapai tujuan kehidupan bersama dengan mekanisme sosio-legal. Partisipasi setiap masyarakat merupakan keniscayaan dalam panggung politik dengan posisi dan fungsi masing-masing, demi

tercapainya tujuan hidup. Secara utopis karena menyangkut tujuan kehidupan bersama, politik menjadi metode yang mulia jauh dari tindak kekotoran dan kenaifan. Para aktivis politik yang mendapatkan kedudukan mulia sebagai pengantar pencapaian tujuan bersama diberi label “yang Terhormat”

“pelayan rakyat” “penyambung lidah rakyat” dan beberapa konfigurasi diksi dengan konotasi penghormatan dan pengabdian.
Ditengah institusi politik mereka yang berjuluk “yang Terhormat” berada pada

garda depan sebagai pengawas amanah rakyat mengawasi para pekerja Rakyat yaitu Pemerintah.

Produk politik lain, diberi ruang otonom dalam memberikan rasa adil dan aman bagi partisipan politik menjaga wilayah privasinya. Romantisme teoritis ini memberikan kesan kapada kita begitu adilnya jalan tersebut tanpa tersentuh kekerasan dalam tataran subtil maupun subversive.


Sejarah mencatat mekanisme politiklah Negara Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, dialog marathon berbagai pihak (BPUPKI, PPKI) memberikan kesan bahwa komunikasi politis antara pihak penjajah dengan Soekarno-Hatta dkk memberikan dampak yang progresif dalam memenuhi keinginan rakyat, termasuk desakan Kaum Muda menambah api

semangat kemerdekaan. Pembentukkan dasar Negara dan lembaga-lembaga Negara sebagai simbol eksistensi, kedaulatan Negara juga berakar dari proses politik, disini politik dianggap sebagai cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan hidup

bersama. Ketika Negara telah menemukan modal kultural, modal sosial, modal financial dan intelektual dalam menjalankan roda pemerintahan, politik tidak hanya dipandang

 sebagai metode tetapi bergerak menjadi mesin, tidak lagi hanya cara tetapi motor untuk mobilitas. Mekanisme politik sebagai penggerak perjalanan bangsa yang masih muda dengan berbagai problematikanya.

Berjalannya tugas dan wewenang lembaga Negara baik dalam maupun luar negeri, adalah tugas politis, pembentukan angkatan bersenjata, polisi dan reformasi tugas tentara Negara adalah proses menuju

mobilitas. Politik otonomi daerah memberikan ruang yang longgar kepada setiap daerah dari pegangan pusat dan secara mandiri dengan berbagai potensinya membangun wilayah dan manusianya, hal tersebut menginginkan transfer energi

Negara dari sentral ke desentral agar mobilitas jauh lebih tinggi, cepat dan maju.
Diskontuinitas atau retakan sejarah terjadi ketika menjamurnya partai politik dengan berbagai ideologi dan aspirasi

(uniknya ideologi yang seyogyanya bersifat tertutup, di Indonesia partai dengan Ideologi agama dapat berkoalisi dengan partai nasionalis, dapatkah disebut partai politik di Indonesia memiliki karakter ideologi cair

atau tidak berideologi sama sekali demi mewujudkan tujuan kelompok dan golongan
begitu juga mewabahnya golongan masyarakat elit ingin menjadi wakil rakyat. Entah memang ingin bekerja untuk rakyat dan mengawasi pekerja rakyat namun hal ini tidak secara garis lurus sesuai dengan

mental, moral, etika, dan tingah laku sebagian politisi. Dari kabur ke luar negeri dengan berbagai masalah korupsi, tertangkap di satu kamar hotel dengan pasangan yang tidak sah, tidur dan menonton film porno diruang sidang.

Berkelahi, bahkan diduga juga ada transaksi politik hitam melalui tarik ulur dan tukar tambah RUU (rancangan Undang-Undang). Tidak berhenti sampai disana tindakan korup, manipulasi kewenangan, seakan menambah maraknya oknum politisi dengan kewenangan politiknya ingin memakai kekuasaan untuk menambah berbagai kapital. Politik kini identik dengan kekuasaan dan modal.


Penggunaan modal ekonomi (Uang dan berbagai kekayaan) dan modal kultural (kualifikasi akademis, kepercayaan masyarakat)  untuk bertarung dalam pasar politik atau medan politik dengan berbagai mekanisme membentuk Habitus politik.


Pertarungan ini lebih kepada memperebutkan pelbagai kuasa, dan mempertahankannya dalam kelompok politik, dengan berabagai cara.

Termasuk membentengi diri dengan produk legal (UU) dan pelbagai wacana yang disiarkan untuk mempertahankan kekuasaan, sehingga terminologi doxa dan hegemoni menemukan relevansi praktisnya.


Perbuatan oknum politik dalam perebutan dan pelanggengan kekuasaan dengan berbagai cara termasuk juga dengan cara-cara manupulatif dan korup dapat didekonstruksi secara terminologis, terminologi “yang Terhormat” dari posisi yang mewakili aspirasi rakyat menjadi “yang berkuasa” yaitu dia yang diberikan kekuatan oleh rakyat bukan kewenangan, kendati prosesnya demokratis.


Jadi berbagai modal yang dipertaruhkan adalah untuk memperoleh kekuatan, guna mendapatkan kekuasaan.
Editor : Eko Nugroho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar