Jumat, 09 Maret 2018

MEMILIH PEMIMPIN BUKAN: NOMER PIRO WANI PIRO

Oleh M.Roissudin
( Penulis adalah Praktisi & Pegiat Sosial Budaya dan Pendidikan )






Dok foto.Rois Penulis Artikel.


Minggu lalu saya sengaja week-end menikmati pemandangan di Kawasan pegunungan Bendungan wonorejo –
Tulung Agung sekalian mampir di rumah rekan, tidak melewatkan
ritual Ngopi sekalian ikutan nimbrung dan sok akrab di warung milik mak nah.


Alunan ringan suara radio Jadoel milik maknah terdengar jelas syair lagu jaran goyangnya si Ratu Koplo
Via Valen, saya sengaja ngakrabi tiga Pria yang tengah asyik
Ngobrol soal Pemilihan Bupati dan
Gubernur yang di gelar serempak bulan juli mendatang.

Broo… Pokoke sopo ae sing kampanye yen ngewe’i duit yo tak coblos ” kata pak bandi ( bukan nama sebenarnya) lelaki paruh baya itu sambil nyruput secangkir kopi panasnya.

“ yo ora iso to kang sak iki kabeh calon mesti “andum” lhoh, nek di coblos kabeh kan ora sah”sanggah pak yanto.” Yo seng akeh dewe kuwi

seng di pilih to kang” pak marno yang sedari awal asyik mengisap
filternya tiba-tiba menyahut,”wes
ora usah rame-rame pokoke calone
No Piro Wani Piro (NPWP) ngono ae
kok repot” sahut pak marno sambil

nyelonong meninggalkan selembar ribuan di sebelah cangkir kopinya.

Dalam sebuah forum pengajian Bu Nurul (bukan nama sebenarnya) bertanya. “ bagaimana jika pemilihan nanti semua Calon memberikan Angpao, Uang,sembako atau sejeninya sementara kita hanya punya satu hak suara?” Ibu
yani menyahut mencoba untuk
menanggapi, “ ya di terima aja semuanya biar adil di coblos semua, eman-eman angpao-nya lumayan buat
uang belanja”ujar Ibu yang memang Kaum Urban sejak lima tahun tinggal di perkotaan.

yang lain sebut saja bu Ira menimpali, “ ya tidak bisa tho bu, suara kita tidak sah, mestinya di
coblos satu saja jadi nanti pilihanya manut dengan pimpinan saja aman” kata ibu Ira yang memang aktif di Organisasi sebut saja Ormas atau /Partai.

Bu minah ikut menambahkan “ jika ada Caleg membagi Angpao ya di tolak dan bilang sudah punya pilihan karena suara kita sangat

menentukan nasib bangsa lima tahun mendatang, Uang yang kita Terima harus di pertanggung jawabkan loh ”

Jawab Bu Minah yang sehari-hari
memang aktif di Dunia akdemisi
sebut saja seorang Guru atau Dosen,

serta sederet jawaban dan komentar
yang bervariasi meski diskusi itu berjalan gayeng tetapi tetap saja Jawaban akhirnya kurang memuaskan jamaah karena masing masing memliki

persepsi dalam memilih Pemimpin
Dua contoh diatas setidaknya mencerminkan tiga segment masyarakat pemilih dalam momentum
Pemilukada mendatang.

Pertama, masyarakat yang Pragmatis, adalah komunitas yang
apatis (tidak perduli) terhadap sebuah Isu penting serta tak ambil pusing dengan hiruk Pikuk politik yang menggejala.

Mereka sibuk dengan urusan pundi-pundi ekonominya sehingga tidak terlalu tertarik dengan isu apapun.

Siapapun calonnya dan apapun partainya mereka hanya satu kalimat” wani piro bro???
Kedua, adalah masyarakat yang mengiktui arus ( Follower).

Mereka akan mengikuti apapun yang di petuahkan oleh Pimpinanya, atau seseorang yang di anggap berpengaruh di lingkunganya.

Apapun kata pemimpinnya, akan patuh ibarat seorang prajurit akan patuh pada sabdo pandito ratu(Mendengar dan patuh pada intruksi atasan).

Komunitas ini relatif menyebar baik di Desa maupun kota-kota yang secara Kultur sangat kental dengan kegiatan-kegiatan sosial keagamaan atau perkumpulan sejenisnya, umumnya mereka juga satu kata samikna –wa-atho’na (mendengar dan patuh)

Segmen ketiga, adalah Kelompok Idealis dan Obyektif.
Kelompok ini akan berpikir panjang dan Obyektif dalam menentukan pilihan.

Bagi mereka satu suara adalah penentu Nasib bangsa lima tahun berikutnya. Uang bukan menjadi pertimbangan tetapi Kompetensi, Program dan treck record Sang Calon Pemipin menjadi pertimbangan utamanya .

masyarakat ini umunya berasal dari akademisi, Birokrasi, pelajar Guru/Dosen yang latar Belakang pendidikanya memadai.

Segmen ini mewakili masyarakat cerdas yang tak terbuai oleh Rupiah, tak terpesona dengan Rona keindahan banner tak juga tergiur oleh manisnya janji.

Segmen ini akan lantang berkata “
jangan membeli kucing dalam karung ”.tau bahkan “jangan terperosok pada lubang yang sama”..

Muhammad Sa’roni dalam sebuah bukunya berjudul “ Cermin kehidupan Rasul” menyebutkan kriteria memeilih Calon Pemimpin yaitu :

Pertama : Tegas & adil, artinya mampu menegakkan supremasi hukum tanpa pandang bulu menjadikan Hukum sebagai tahta tertingginya, bukan sebaliknya, saat di Kursi terhormat berteriak lantang seakan menegakkan keadilan tetapi di balik itu mereka bagian dari pelanggar dan terlibat Mafia Hukum.

Kedua bermoral tinggi, Memiih Pemimpin berakhlaq dan bermoral merupakan suatu keharusan, wakil rakyat tentu akan sangat naif jika Moralnya memprihatinkan.

Moral tidak serta merta dilihat dari sisi yang kasat mata tetapi prilaku Sosial dan sejarah serta Treck record menjadi hal penting untuk di pertimbangkan, ke Empat Tidak ambisius, Calon yang tampil hanya bermotif kepentingan sesaat dan inisiatifnya sendiri tanpa program dan misi kemasyarakatn yang jelas tentu patut di duga hanya bermotif kepentingan pribadi atau golongannya, bisa jadi orang ambisius tanpa Visi yang jelas adalah calon-calon penghuni Hotel Prodeo.

Kelima, Aspiratif, mengemban amanah rakyat tidaklah mudah sehingga Pemimpin yang mampu melihat , mendengar dan merasakan dengan hati tentang kebutuhan masyarakat menjadi syarat penting. Dan keenam bermusyawarah (Mujadalah) senantiasa melakukan pendekatan Musyawarah untuk menentukan kepentingan masyarakat.

Jadi kepentingan rakyat itu ukan bersifat top – down yakni kepentingan pemimpin yang di paksakan harus di terima oleh masyarakat meski sama sekali tidak menyentuh esensi kebutuhan masyarakat.

Kepentingan bersifat Bottom-Up adalah kebutuhan yang harus di utamakan serta menjadi prioritas yang harus di perjuangakan tanpa syarat dan embel-embel tertentu.

Saya mengajak pembaca dan semua calon pemilih…Satu saja suara kita, menjadi penentu nasib Bangsa dalam membangun dan memperjuangkan Nasib Rakyat.

Ketika wakil kita yang terhormat
itu terlanjur tersandung masalah
hukum, moral dan bahkan Korupsi
bisa jadi itu bermula dari satu suara titipan kita yang terlanjur terbeli dari bilik suara dengan
beberapa rupiah saja..sebagai masyarakat hendaknya Kita bias
pilih Calon yang mampu melayani dan mewakili Rakyat bukan mewakili diri dan partai atau kelompoknya,

sementara janji kampanye sekedar angina surga yang teraiabaikan akibat ambisi durjana mengumpulkan Pundi-pundi harta, berfoya-foya dan duduk manis di menara Gading

jauh yang dari jangkauan rakyatnya. Semangat memilih Calon Pemimpin Masa depan (*)
Editor : Eko Nugroho .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar